Kapal Majapahit Besarnya 3 Kali Kapal Cheng Ho [Info Penting]

Gambar Kapal Jung Jawa Abad Ke-16, Gambar Yang Menyesatkan
Gambar kapal Jung Jawa pada abad ke-16 merupakan gambar yang banyak menjadi rujukan buku-buku sejarah terkait maritim Indonesia. Sebut saja misalnya buku:
1. Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680: Jaringan Pedagangan Global Jilid 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.
2. A.M. Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad Ke-17. Semarang: Penerbit Jeda, 2007.
3. Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.
Sayangnya gambar kapal jung Jawa pada abad ke-16 yang menjadi rujukan buku-buku sejarah terkait maritim Indonesia tersebut merupakan gambar yang yang penuh kontroversi. Gambar itu secara umum menunjukkan sebuah kapal dimana di dalam kapal tersebut terdapat sebuah rumah dan ada orang yang duduk mengendalikan dayung dibagian belakangnya. Gambar kapal tersebut menurut Robert Dick-Read dibuat oleh Horridge (Robert Dick-Read, 2008: 69). Namun oleh Anthony Reid gambar itu dilukiskan oleh ekpedisi Belanda yang pertama (Anthony Reid, 2011: 50). Anthony Reid tidak menyebut pembuatnya.
Kontroversi gambar yang dilukis oleh Horridge ternyata tidak sama dengan catatan Portugis terkait kapal Jung Jawa seperti uraian Duarte Barosa dan Gaspar Correia. Bahkan cenderung berbeda.
Kapal Jung Jawa menurut Duarte Barosa, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397).
Datang pula di sini banyak kapal dari Jawa, yang memiliki empat tiang layar, sangat berbeda dari kapal-kapal kami, dan terbuat dari kayu yang sangat tebal. Saat kapal itu menua, mereka memperbaikinya dengan papan-papan baru dan dalam gaya seperti ini, mereka memiliki empat papan penutup, saling tumpuk; layarnya terbuat dari osier, talinya pun terbuat dari bahan yang sama.
Kapal Jung Jawa menurut Gaspar Correia, (Robert Dick-Read, 2008: 69-70).
“Karena junco itu memulai serangan, sang Gubernur mendekatinya bersama seluruh armadanya. Kapal-kapal Portugis mulai menembaki junco, tetapi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Lalu junco berlayar pergi …. Kapal-kapal Portugis lalu menembaki tiang-tiang junco …. dan layarnya berjatuhan. Karena sangat tinggi, orang-orang kami tidak berani menaikinya, dan tembakan kami tidak merusaknya sedikit pun karena junco memiliki empat lapis papan. Meriam terbesar kami hanya mampu menembus tak lebih dari dua lapis …Melihat hal itu, sang Gubernur memerintahkan nau-nya untuk datang ke samping junco. (Kapal Portugis) ini adalah Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi. Dan ketika berusaha untuk menaiki junco, bagian belakang kapal hampir tak dapat mencapai jembatannya. Awak Junco mempertahankan diri dengan baik sehingga kapal Portugis terpaksa berlayar menjauhi kapal itu lagi. (Setelah pertempuran selama dua hari dua malam) sang Gubernur memutuskan untuk mematahkan dua buah dayung yang ada diluar kapal. Setelah itu barulah junco itu menyerah.
Gambar Kapal Jung Jawa Abad Ke-16, (Robert Dick-Read, 2008: 69).
Perbandingan Bentuk Kapal Jung Jawa Versi Horridge Dengan Catatan Portugis
Dibandingkan diskripsi Duarte Barosa dan Gaspar Correia diatas dengan gambar kapal Jung buatan Horridge, kedua kapal jung tersebut memiliki perbedaan. Perbedaaan itu adalah sebagai berikut.
1. Kapal Jung Jawa versi diskripsi Duarte Barosa memiliki empat tiang layar, bukan 2 tiang layar sebagaimana gambar Horridge.
2. Kapal Jung Jawa sangat besar karena Flor de la Mar, kapal Portugis yang tertinggi bagian belakang kapal hampir tak dapat mencapai jembatannya. Istilah jembatan junco adalah sebuah wilayah di depan geladak belakang. Bila dilihat dari sisi kapal, jembatan junco dapat juga berarti sayap jembatan yang menempel keluar di samping, sehingga seperti berdiri di sebuah jembatan. Jembatan junco yang ada disisi kapal letaknya lebih rendah dari dek kapal. Menurut Irawan, kapal Junco Jawa itu memiliki besar 313,2-391,5 meter, (Irawan, 2011: 307). Karena itu gambar orang diatas dua buah dayung versi gambar Horridge menjadi sangat rancu. Mengingat gambar orang tersebut dibanding kapal Jung Jawa menjadi sangat besar. Gambar orang tersebut dapat dikatakan sebagai gambar seorang raksasa.
3. Kapal Jung Jawa versi diskripsi Duarte Barosa dan Gaspar Correia tidak dikisahkan memiliki rumah-rumahan seperti gambar Horridge.
4. Menurut Gaspar Correia, kapal Jung Jawa tidak ada bagian kerangka diatas jembatan kapal. Sehingga meriam terbesar Portugis tidak diarahkan padanya sebagai bagian yang lemah. Namun diarahkan pada tiang-tiang kapal yang tinggi.
5. Menurut Gaspar Correia, dilengkapi oleh meriam. Hal ini karena ia dicatat menembak iringan kapal Portugis terlebih dahulu. Dalam gambar versi Horridge, meriam tidak dicantumkan.
6. Menurut Robert Dick-Read, kapal Jung dikendalikan dengan kemudi berporos yang ditempatkan di buritan (Robert Dick-Read, 2008: 68), sedangkan kapal Jung versi Horridge hanya dikendalikan dengan dua dayung kecil.
Kapal Jung Jawa Versi Horridge, Versi Lain Kapal Borobudur?
Dari perbandingan tersebut, kapal Jung Jawa versi Horridge dapat dikatakan sangat berbeda dengan kapal Jung. Menjadi pertanyaan kemudian, penjelasan kapal Jung Jawa versi Horridge berdasar pada apa? Bila melihat gambar kapal Jung Jawa versi Horridge, maka gambar kapal Jung itu dapat dikatakan berdasar gambar kapal Borobudur dan kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.
Kapal Borobudur, (Robert Dick-Read, 2008: 316).
Berikut persamaan gambar kapal Jung versi Horridge dengan gambar kapal Borobudur dan kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.
1. Kapal Jung versi Horridge memiliki rumah-rumahan di kapal sebagaimana kapal Borobudur. Hanya saja dalam versi lebih panjang.
2. Kapal Jung versi Horridge memiliki dayung di kedua sisi kapal sebagaimana kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia.
3. Dayung di kedua sisi kapal Jung versi Horridge lebih bersifat aksesoris daripada dayung di kedua sisi kapal sebagaimana kapal Jung versi diskripsi Gaspar Correia karena terlalu kecil. Dayung di kedua sisi kapal Jung versi Horridge tidak menunjukkan memiliki peran vital. Sehingga ketika dayung dipatahkan tidak akan berpengaruh pada gerak kapal.
4. Layar kapal Jung versi Horridge juga mirip layar kapal Borobudur.
5. Kapal Borobudur memiliki kesan memiliki kemudi berporos yang ditempatkan di buritan. Kapal Jung versi Horridge tidak.
Kapal Jung Jawa Versi Horridge Sebagai Penyederhanaan Kapal Jung
Melihat kembali gambar kapal Jung Jawa versi Horridge, maka kapal ini dapat dikatakan sangat tidak tepat disebut kapal Jung Jawa. Banyak dari bagian kapal Jung yang tidak masuk dalam gambar. Misalnya tiang kapal seharusnya empat atau adanya kemudi yang berporos di buritan. Karena itu kesan pertama gambar kapal Jung Jawa versi Horridge adalah penyederhanaan kapal Jung Jawa. Mungkinkah gambar kapal Jung Jawa ini untuk memberi kesan bila kapal Jung Jawa memiliki tehnologi terbelakang dari kapal Eropa dan hanya merupakan bagian metamorphosis kapal Eropa yaitu galleon?
Kesan ini tampak ditangkap oleh Andrian B. Lapian. Sejarawan yang mendapat gelar Nahkoda Sejarah Maritim Indonesia mencatat sebagai berikut.
Selain itu ada juga indikasi bahwa mereka membantu sebagai arsitek kapal, seperti yang diberitakan oleh van Linschoten pada akhir abad ke-16. Menurut catatannya, di daerah selat Malaka ada beberapa orang Portugis yang telah “berkhianat” dan menawarkan jasa-jasanya kepada raja-raja pribumi dan mengajarkan teknik membuat kapal jenis Eropa (“ende die van Malacca ende Indien hadden veel Galleyen inde engdevan Malacca, die hem sommighe verloochende Chritenan [die nieuwers en ghebreken] hadde leeren maken: waermede zy groot quaet down, ende dagheliks doet …”). Sementara itu, nama galai atau gale dan sebagainya berasal dari bahasa-bahasa Eropa dan sekarang sudah masuk dalam perbendaharaan kata Indonesia, (Andrian B. Lapian, 2008:28).
Andrian B. Lapian terlihat terlalu antusias menari dalam genderang sejarawan maritim barat. Dalam Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Banjar, galai atau gale yang masuk dalam perbendaharaan kata Eropa menjadi galleon berasal dari kapal asli Melayu, yaitu ghali. Bukan sebaliknya. Kapal Mendam Berahi Malaka yang dibuat untuk melamar Putri Majapahit adalah kapal tipe ghali, (Ada pun yang sudah datang itu tujoh buah; ada ia berlaboh di-kuala kita ini. Ada pun yang sa-buah ghali itu terlalu besar dengan perbuatan-nya terlalu indah-indah perbuatan-nya, saperti kenaikan raja-raja meminang. HHT. V:97). Demikian pula kapal yang digunakan Lambu Mangkurat untuk melamar anak angkat Raja Majapahit juga kapal tipe ghali, (HB. 6.1). Hal sama tipe kapal Portugis untuk menyerang Malaka adalah kapal tipe ghali. Maka kata Feringgi itu, “Kami sakalian ini hendak menyerang Melaka di-titahkan oleh Sultan Portugal dengan empat puloh buah ghali, dan pada sa-buah ghali itu orang-nya lima ratus dan lima puloh meriam-nya. (HHT. XXIV:429). Karena kapal ghali digunakan lebih dulu oleh Malaka dan Banjar, maka ghali adalah kapal asli Nusantara. Terlebih pengetahuan kapal Eropa masih baru. Ketika tiba di Asia, kapal perintis Portugis sangat kecil dan merupakan kapal eks tehnologi Cordoba. Ketika mereka kemudian tiba-tiba membesar, dan menggunakan tehnologi galleon maka dapat dikatakan bila kapal Eropa mengadopsi kapal asli Melayu dan menstadarisasinya dengan menghilangkan tipe kapal lainnya yang berkembang di Nusantara saat itu.
Menjadi pertanyaan menggelitik kemudian, apakah gelar Nahkoda Sejarah Maritim Indonesia karena seseorang dapat menari dalam genderang sejarawan maritim barat. Dan bukan meluruskan teori yang sangat tidak tepat tersebut?
Bila melihat informasi kapal Jung Jawa versi Gaspar Correia secara lebih jauh, maka kapal Jung Jawa dapat dikatakan merupakan kapal kayu dengan tehnologi paling modern di jamannya. Hal ini karena kapal Jung Jawa memiliki tehnologi anti meriam terbesar Portugis. Dan secara sendirian menghadapi sekuadron kapal Portugis. Menurut Hikayat Hang Tuah, sekuadron kapal Portugis itu terdiri dari 40 kapal dengan setiap kapal berprajurit 500 orang (total 20.000 prajurit). Sedangkan menurut Sejarah Melayu, sekuadron kapal Portugis itu terdiri dari 43 kapal dengan setiap kapal berprajurit 500 orang (total 21.500 prajurit).
Sekalipun kalah, kekalahan kapal Jung Jawa bukan karena tehnologinya, terbukti kapal tidak tenggelam dikeroyok kapal Portugis sebanyak 40 buah selama 2 hari dua malam. Kekalahan itu lebih dikarenakan kapten Jung itu melakukan tindakan diluar prosedur resmi, yaitu menyerang kapal sendirian tanpa menggunakan skuadron kapal lain sebagai pendukung, (Irawan, 2011: 309). Terlebih kapal Jung hanya merupakan kapal operasional yang mengangkut komuditas perdagangan dan kapal angkut militer semata, (Irawan, 2011: 309).
Sumber:
1. A.M. Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Hingga Abad Ke-17. Semarang: Penerbit Jeda, 2007.
2. Andrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad Ke-16 dan 17, Jakarta, Komunitas Bambu, 2008.
3. Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680: Jaringan Pedagangan Global Jilid 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.
4. Irawan Djoko Nugroho,
5. Robert Dick-Read, Penjelajah Bahari. Pengaruh Peadaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.
6. Paul Michel Munoz, Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia. Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009.
7. Kasim Ahmad, M.A, Hikayat Hang Tuah. Menurut Naskhah Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Kuala Lumpur, 1964.
8. Shellabear, WG., Sejarah Melayu [The Malay Annals]. Singapura: Malaya Publishing House Limited, 1978.
Selain analisis di atas dari Irawan Djoko Nugroho yang sangat gamblang maka riset tentang sebuah kapal besar yang terdampat di Gunung Arafat Turki yang berbahan kayu Jati. Dan supaya Anda tahu bahwa pohon Jati hanya tumbuh di Jawa.
Berikutnya: Kapal Nuh Dari Jati Yang Hanya Tumbuh di Jawa